Ada
yang menjamur di timeline facebook di tanggal 23 Juli 2017 kemarin, ada trending topik apakah? Ya, baik di
beranda facebook, timeline instagram maupun broadcast di media sosial lainnya
mendominasi dengan ucapan “Selamat Hari Anak Nasional”.
Lalu, dengan menuliskan hal tersebut di media sosial kita apakah hal tersebut sudah mampu memberikan sumbangsih kepada anak-anak di setiap sudut negeri ini atau minimal anak kita sendiri dan anak-anak di sekitar tempat tinggal kita?
Lalu, dengan menuliskan hal tersebut di media sosial kita apakah hal tersebut sudah mampu memberikan sumbangsih kepada anak-anak di setiap sudut negeri ini atau minimal anak kita sendiri dan anak-anak di sekitar tempat tinggal kita?
Adakah
wujud nyata yang telah kita lakukan selain menuliskan status atau ucapan?
Adakah kita memaknai sendiri tentang apa itu Hari Anak Nasional?
Saya
tidak akan menjelaskan Apa itu Hari Anak Naisonal ataupun tujuan daripada
penetapannya di tanggal 23 Juli. Dan tidak pula membedah hal-hal apa saja yang
sekiranya dilakukan untuk memberikan sumbangsih atau wujud nyata kita untuk
menyemarakkan hari tersebut.
Di
sini saya mencoba berbagi sebuah pengalaman saya ketika mengikuti kegiatan
bakti sosial dan buka bersama di salah satu Pondok Pesantren yang ada di
Pasuruan. Pondok tersebut berbeda dengan Pondok Pesantren yang lain. Menurut
saya pribadi, tempat tersebut lebih seperti Panti Asuhan. Ada lebih dari
seratus anak, mulai dari usia bayi sampai menginjak remaja.
Saya
sendiri begitu terenyuh setelah bertemu langsung dengan mereka. Sebelumnya saya
tak pernah sedikitpun menyangka dengan pemandangan yang saya lihat. Setahu
saya, di Pondok Metal tersebut memang menampung anak-anak terlantar ataupun
yang dibuang oleh orang tuanya sendiri. Sebelumnya di sana juga ada tempat
rehabilitasi bagi para penyandang gangguan kejiwaan namun kini sudah tidak ada
lagi.
Dokumentasi Panitia Bakti Sosial SMAN 1 Pasuruan |
Tidak
ada kebahagiaan yang saya rasakan melebihi saat itu. Melihat senyum dan tingkah
mereka ketika menyantap makanan, ataupun hadiah yang kami berikan membuat hati
membuncah dipenuhi dengan keharuan. Masih lekang di ingatan saat ada pancaran
kekecewaan di mata mungil mereka ketika membuka kotak makanan berisi ta’jil
berupa roti, kue dan air mineral.
"Mbak,
mbak… kok roti sih? Aku mau makan Nasi!”. “Aku mau bakso…” Sahut anak lainnya.
Hatiku serentak gerimis. Apakah mereka
lapar, bukankah kue ini juga terlihat lezat? Setelah menjelaskan makan
malam akan dibagikan setelah sholat Maghrib mereka mulai kembali ceria, akupun
mulai bisa menikmati canda mereka, namun hatiku terus saja menerawang menyelami
hati dan keinginan anak-anak mungil itu. Belum lagi aku menemukan jawabannya, pandanganku
tertuju kepada penampilan mereka.
Aku
rasa mereka memakai pakaian terbaik yang mereka punya untuk menyambut kami.
Jika sebelumnya aku hanya melihat foto-foto mereka dari panitia Bakti Sosial,
maka pakaian yang mereka kenakan kini sedikit lebih layak dari sebelumnya.
Rambut mereka terlihat memerah setelah bersahabat dengan sinar matahari,
begitupun dengan kulit mereka yang menghitam.
Dimulai
dari awal saya menjejakkan kaki di sana, dan berinteraksi dengan mereka semakin
aku menjumpai beragama tanda tanya.
Siapakah
yang begitu tega menelantarkan anak-anak ini? Apa dosa mereka sehingga orang tuanya
tak sudi membesarkannya?
Sebelum memulai kegiatan bersama anak-anak itu, kami
diingatkan oleh ketua panitia yang meneruskan pesan dari pengelola pondok metal
agar jangan sekalipun menyinggung atau menanyakan dimana orang tua mereka
kepada anak-anak itu. Ya, tentu saja kami memahami itu.
Saya
rasa Pihak pengelola panti sudah memberikan yang terbaik sesuai dengan
kemampuan mereka, namun tentu saja membutuhkan pembiayaan yang lebih untuk
merawat semua anak-anak itu. Sedangkan terembus kabar mereka juga belum
terjangkau oleh bantuan pemerintah. Tapi setiap anak sudah mendapatkan ‘jatah’
rejeki sendiri dariNya bukan?
Dengan
uluran tangan dari salah satu Yayasan Pondok Pesantren lainnya, kini anak-anak
itu tengah menunggu Akta Kelahiran agar mereka bisa terjangkau pihak
Pemerintah. Bukan hal yang mudah untuk itu, karena masih harus menelusuri orang
tua dari masing-masing anak.
Lalu,
sudah adakah peran kita untuk mereka?
Bukan
hanya satu, atau dua anak yang mendapati dirinya ditelantarkan dan tak diingini
oleh orang tua mereka sendiri. Di luar sana masih banyak anak yatim yang tengah
mengais rejeki di tengah teriknya matahari. Sendirian!
Sumber Foto: https://www.eramuslim.com/berita/palestina/bocah-bocah-palestina.htm |
Masih
banyak dari yang hanya tersaji di berita-berita televisi atau media
lainnya. Masih banyak yang tersudut di tempat yang tak pernah kita jejaki.
Bukan hanya di kota kita ataupun negara kita. Kisah tentang hak-hak anak yang
terenggut juga tersaji lebih menyayat hati di belahan bumi lainnya. Lihatlah
bagaimana anak-anak di Palestina yang beraktivitas di tengah hujan bom dan
bidikan senjata, mereka yang masih bisa melangkahkan kaki setelah melihat ayah
ibu mereka syahid di depan mata kepala mereka.
Lalu,
apakah dengan mengetik atau mengucapkan “Selamat Hari Anak Nasional” maka kita
telah turut andil menyumbangkan kebahagiaan bagi mereka?
Tulisan ini bertema Hari Anak Nasional sebagai tugas Kelas Menulis Blog Seru #2
No comments:
Post a Comment