Wednesday 27 May 2015

Sudut Hati - Benci

Haruskan aku luapkan emosi ini. Jika boleh, Kukatakan aku membenci dia dan mereka. Kenapa?

Bukankah seorang Muslim akan merasakan sakit sesama Muslim yang lain? Dan bagaimana jika muslim itu masih terikat pertalian darah dengan kita?
Seseorang yang terluka itu bukan aku, tapi orang yang aku sayangi.

Seseorang itu terdzalimi, namun akupun merasakan bagaimana luka dari sayatan yang dirasakan tubuh dan hati Pelangi. Tubuh pelangi kini hanya tulang yang berbalutkan kulit. Kelopak mata dan kulit wajahnya suram, membiru. Bukan hanya tirus pipinya, aku ragu apakah itu pipi atau tulang yang diperban kulit.
Semua itu cukup melukiskan penderitaan batinnya.

Siapakah yang tak kan terobek hatinya jika kukisahkan ceritanya. Namun, biarlah aib itu tersimpan rapi dalam sebuah kotak bernama keluarga. Aku yang tengah berjuang melawan virus benci di dalam hati ini, kini mendapatkan ujian dalam Ikhtiarku mensucikan hati.

Kini aku bertatapan langsung dengan orang-orang yang telah melukai sebongkah hati milik Pelangi. Namun sayang, Tokoh utama dari pen-dzaliman itu berselimut sutra dalam istana barunya. Istana yang dengan liciknya diambil paksa dari Pelangi. Pelangi dulu tegar, nammmun ketegaran itu bermuara pada luka fisik dan batin.

Benci. Haruskah aku menuruti kehendak nafsu dan bisikan syetan untuk meluapkannya pada manusia-manusia di hadapanku ini. Mereka berjilbab, berkopyah dan memakai sarung menandakan mereka muslim. Namun, apakah seorang yang mengaku muslim mampu melukai hati sesama muslim lainnya?

Aku tak boleh tertipu penampilan luar. Bagaimanapun hati kecilku protes, bagaimana bisa orang yang tinggal satu atap tak mengetahui penderitaan pelangi?

Pada akhirnya bibirku terkunci, dan membiarkan airmata yang berbicara pada mereka. Lihatlah, bukan satu orang yang kalian sakiti.

Aku tak ingin usahaku menapaki jalan Hijrah menjadi sia-sia jika ku-umbar benci dan emosi ini kepada mereka.

Kumaafkan, tapi maaf bukan berati membenarkan kesalahan mereka. Aku memaafkan untuk diriku sendiri, untuk niatku  ber-hijrah ke Jalan CintaNya. Ar Rahman.

Ya Rabb, sungguh aku tak mau memiliki hati yang pembenci. Namun, aku juga merasakan sakit di hati ini. Bukan hanya aku, Orang yang melahirkan Pelangipun kini berurai airmata di hadapanku, dalam rangkulanku.

Ya Rabb, ajari aku mengelola benci ini menjadi cinta. Ajari aku keIkhlasan agar aku mampu menularkannya pada Pelangi dan Ibunda.

Ya Rabb, lapangkan hati kami. Terbitkanlah Pelangi setelah hujan airmata ini.

Ya Rabb, sayangi Pelangi sembuhka Lukanya, Luka kami dengan CintaMU.

Aamiin

Samita,
Pasuruan, 27 Mei 2015