"Kak Hawa, berhentilah menangis" seorang gadis
terlihat gelisah menenangkan Hawa yang tengah sesenggukan sambil memegang dada
sebelah kirinya. Sang Gadis mulai terlihat panik melihat nafas Hawa semakin tak
beraturan
"kak,
tenanglah!" dengan hati yang gelisah pula perlahan sang Gadis bernama Nur
itu mengencangkan alunan lagu dari tabletnya. "ini akan menjadi
masalah besar jika Ummi tahu kenapa kak Hawa menangis" Nur kemudian
menutup rapat pintu yang menghubungkan dia dan Hawa dengan Ummi yang tengah tadarus
Qur'an di ruang sebelah.
Perih itu kian
bernanah di hati hawa. "asal kamu tahu, dari awal kita bertemu aku sudah
tahu kehidupan kita berbeda. Dan akupun tlah cukup letih menghapus fitrah Tuhan
yang dianugerahkan kepadaku setelah bertemu kamu! 3tahun!! Selama itu aku
mencoba menafikkan fitrah Tuhan di hatiku, melukisnya dalam kumpulan sajak
untukmu. Kau tahu, aku tak pernah menyangka aku mampu melukiskannya untukmu
yang ternyata tak mengerti makna lukisan sajak hatiku"
Percakapan
singkat lewat tablet Nur dengan Sang Adam membuka kembali luka yang baru
saja kering di hati Hawa.
"aku tak
meminta pula padaNya aku kini berteman dengan Nur yang tak lain adalah
saudaramu! Kau tahu? Aku Ikhlas berteman dengan Nur karena aku nyaman menjadi
tempat dia berkeluh kesah selama ini. Tolong, berhentilah berNegative
Thinking kepadaku" I message sent
Cling! sebuah
pesan masuk ke Blackberry yang tergeletak di tempat tidur sebuah rumah yang
hanya berjarak puluhan meter dari tempat sang Hawa bermalam saat itu.
Gelisahpun
dirasakan oleh laki-laki berkulit putih dalam sebuah ruangan. "bagaimana
jika keluargaku tahu tentang kamu? Kamu hanya masa lalu, aku mempunyai
kehidupan baruku bersamanya tapi aku juga tak mau menyakitimu. Bagaimana jika
keluargaku tahu kehidupanku di ibukota dulu? Bagaimana jika nanti ada fitnah?
Ahh, kau selalu saja buatku kehilangan kata-kata" di pencetnya sebuah no
telephone.
"ya, ini
siapa?" sapa Nur
"ini kakakmu, Adam. Tolong kamu berikan HPmu pada
gadis di sebelahmu. Kakak mau bicara"
"ada
apa?"
"ada apa katamu? Justru aku yang harus bertanya,
ada apa antara aku dan kamu?"
"kamu
harusnya bahagia melihat orang yang kamu cintai berbahagia. Aku rasa cinta yang
kau rasakan bukanlah cinta, tapi nafsu!"
Deg! setruman
kecil mencubit jantung hawa yang tengah berjuang keras memaksimalkan tugasnya
memompa darah.
"aku dulu
memang mencintaimu, tapi ini bukan nafsu. Aku tahu, kau menyalahartikan lukisan
sajak hatiku yang aku tulis. Tapi, apakah aku mampu merekayasa hati yang selalu
berada dalam genggamanNya, yang tiap waktu Dia dapat
membolak-balikkannya?"
"lalu?"
Sang hawa
menahan nafas mendengar suara di ujung HP yang dipegangnya. "apa maksud
dia dengan kata lalu?"
"ada yang
mau di bicarakan lagi?"
Deg! Kepala
hawa serasa berputar, tiba-tiba yang terlintas dalam benaknya adalah awal
pertama kali dia bertemu dengan sang adam 3 tahun silam. Senja di bulan Syawal,
dengan wajah pucat pasi Hawa menyilahkan Adam menjenguknya setelah beberapa
kali dia sharing tentang penyakitnya kepada seseorang dari dunia maya
yang sekarang tengah duduk di hadapannya. Pertemuan pertama yang membawa virus
berwarna merah muda yang turut mencerahkan wajah pucat hawa. Beberapa teror
kemudian bermunculan menguak sisi negatif laki-laki yang dianggapnya malaikat
pembawa kesembuhan dan rona merah di wajahnya. Gadis pertama, kedua, ketiga,
saksi pertama, kedua dan seterusnya.
"tapi aku
percaya dia, dia dari keturunan terpandang di kota ini. Aku yakin! aku percaya
dia, dan hatiku mengatakan dia mengetahui apa yang terbaik buat dirinya"
hawa kembali mengedepankan Afeksi akan sosok adam di hatinya ketika dua
orang di hadapannya kembali menceritakan sisi lain dari seorang Adam.
"aku
percaya Ading kak, dia adikku yang punya sumber informasi terpercaya" Nur
mulai berpendapat ketika Hawa hanya bisa diam menatap lurus ke lantai pasar
yang becek.
"sudahlah kak Hawa, kami keluarganya. Kakak terlalu
baik buat dia" kedua laki-laki itu mencoba menghibur kembali.
Ingatan Hawa terhenti ketika kembali terdengar suara laki-laki di ujung telephone.
"kamu tahu, aku tidak pernah berharap bertemu denganmu, aku tidak ingin dipertemukan dengan teman-temanmu, saudara-saudaramu, akupun tidak pernah meminta Fitrah ini padaNYA. Kau tahu? aku lelah! hatiku perih mengemban Fitrah yang tak siap aku rasakan. Kau tahu? sudah berapa kali aku ta'aruf dengan orang lain untuk menghilangkan fitrah yang harusnya ada setelah ijab qabul ini? Dan apakah kau tahu usahaku hapus tentang kamu dari hidupku? Kau tahu sudah berapakali aku harus dirawat di RS karena menafikkan keberadaanmu?"
klik, sang Hawapun mengakhiri sambungan telephone dan terisak di sudut tempat tidur di kamar Nur. Perlahan, isakan itu memudar, Hawapun terlelap dalam ketidaksadarannya.
"Assalamu'alaikum kakak" senyum Nur kembali terbit di rumah Hawa seperti biasanya.
"Wa'alaikumsalam, masuk dik"
"kakak dah baikan kan?" Nur kembali menanyakan pertanyaan yang sama tiap kali dia datang berkunjung.
"kenapa kamu selalu mempertanyakan hal yang sama tiap hari Nur?"
"karena, aku ingin kakak bahagia seperti yang kakakku rasakan. Minggu depan dia akan melamar seorang gadis kak!
Deg! Hawa merasakan pengap seketika menguasai ruangan. Dipandanginya wajah lugu di hadapannya. "tolong jangan kamu sebut lagi namanya dik"
Wajah Nur tiba-tiba memucat melihat Hawa memegang dada sebelah kirinya sambil menarik nafas pelan-pelan. Nur menampakkan wajah bersalahnya ketika sadar kabar yang dia bawa membuat penyakit Asma Hawa kembali kambuh.
"kak, maafin aku. Bukan maksud aku membuat kakak sakit, justru aku ingin kakak benar-benar bisa melupakan Adam."
"kamu pulanglah, kakak mau istirahat"
Setelah melihat Hawa membaringkan tubuhnya dan mulai terpejam, Nur kemudian perlahan keluar dari rumah Hawa.
"ini adalah kenyataan dan jawaban dari sikap diamnya setahun ini. Dia telah menemukan belahan jiwanya, dan ini adalah jalan terbaik yang telah Tuhan putuskan" hawa kembali melakukan perundingan dengan hatinya.
Ingatan Hawa terhenti ketika kembali terdengar suara laki-laki di ujung telephone.
"kamu tahu, aku tidak pernah berharap bertemu denganmu, aku tidak ingin dipertemukan dengan teman-temanmu, saudara-saudaramu, akupun tidak pernah meminta Fitrah ini padaNYA. Kau tahu? aku lelah! hatiku perih mengemban Fitrah yang tak siap aku rasakan. Kau tahu? sudah berapa kali aku ta'aruf dengan orang lain untuk menghilangkan fitrah yang harusnya ada setelah ijab qabul ini? Dan apakah kau tahu usahaku hapus tentang kamu dari hidupku? Kau tahu sudah berapakali aku harus dirawat di RS karena menafikkan keberadaanmu?"
klik, sang Hawapun mengakhiri sambungan telephone dan terisak di sudut tempat tidur di kamar Nur. Perlahan, isakan itu memudar, Hawapun terlelap dalam ketidaksadarannya.
"Assalamu'alaikum kakak" senyum Nur kembali terbit di rumah Hawa seperti biasanya.
"Wa'alaikumsalam, masuk dik"
"kakak dah baikan kan?" Nur kembali menanyakan pertanyaan yang sama tiap kali dia datang berkunjung.
"kenapa kamu selalu mempertanyakan hal yang sama tiap hari Nur?"
"karena, aku ingin kakak bahagia seperti yang kakakku rasakan. Minggu depan dia akan melamar seorang gadis kak!
Deg! Hawa merasakan pengap seketika menguasai ruangan. Dipandanginya wajah lugu di hadapannya. "tolong jangan kamu sebut lagi namanya dik"
Wajah Nur tiba-tiba memucat melihat Hawa memegang dada sebelah kirinya sambil menarik nafas pelan-pelan. Nur menampakkan wajah bersalahnya ketika sadar kabar yang dia bawa membuat penyakit Asma Hawa kembali kambuh.
"kak, maafin aku. Bukan maksud aku membuat kakak sakit, justru aku ingin kakak benar-benar bisa melupakan Adam."
"kamu pulanglah, kakak mau istirahat"
Setelah melihat Hawa membaringkan tubuhnya dan mulai terpejam, Nur kemudian perlahan keluar dari rumah Hawa.
"ini adalah kenyataan dan jawaban dari sikap diamnya setahun ini. Dia telah menemukan belahan jiwanya, dan ini adalah jalan terbaik yang telah Tuhan putuskan" hawa kembali melakukan perundingan dengan hatinya.
***
Hawa kembali mengumpulkan kepingan hati yang tiga tahun
telah menjadi potongan-potongan puzzle. Setiap hari sejak menghilangnya sosok
Hawa dari dunia luar, sang Hawa hanya mampu berdialog dengan ratusan kata-kata
yang menjadi sebuah lukisan sajak di akun pribadi Facebooknya. Semua
temannya bertanya, kemana perginya Hawa? Di kampus tak pernah lagi terlihat
wajah sendunya, dia tiba-tiba menghilang.
Setengah bulan sejak menghilangnya Hawa, tiba-tiba para pengguna jejaring social Facebook dibuat penasaran dengan salah satu akun yang setiap hari mempostingkan catatan-catatan tentang sebuah cerita tentang sebongkah hati yang merindui seorang sosok yang pernah hadir dalam mimpinya ketika dia tak sadarkan diri di sebuah rumah sakit”
Sebulan berlalu, catatan di FB Hawa memasuki angka puluhan. Dan karena salah satu catatan bertemakan kematian mendapatkan comment yang sangat manis yang mampu menerbitkan pancaran bintang di mata seorang hawa.
"sakit itu adalah ajang peleburan dosa bagi tiap hamba yang dikasihiNya"
Senyum semangat itu merekah, Hawa kembali menemukan seCercah Harapan. Tuhan masih menyayangiku, Dia datangkan Adam tuk membuatku sadar akanMU. Terimakasih Tuhan.
Dari Maya ke alam Nyata. Dari rasa terimakasih menjadi benih kerinduan, dan Lukisan sajak Adam Hawapun menjadi tema dalam setiap catatan yang dibuat Hawa.
Seiring waktu berjalan, ratusan permintaan pertemanan memenuhi notifikasi FB Hawa. Dan pertanyaan-pertanyaan kembali berkembang. Siapakah Hawa? Apakah Kisah Adam dan Hawa itu kisah nyata atau fiksi?
Hawa mulai kebingungan ketika banyak orang mempertanyakan keberadaannya, hingga sebuah Radio Swasta mulai sering membacakan postingan koment dari para pendengar yang juga mengagumi sosok Hawa. Hawa memang kerap kali meramaikan ajang berita serta memberikan gagasan dari topik yang di angkat tiap pagi, malamnya berganti dengan menyampaikan beberapa bait puisinya.
Suatu ketika, Hawa di undang oleh salah satu penyiar dan pertanyaan-pertanyaan merekapun terjawab off air melegakan dahaga akan sosok Hawa dan cerita Hawa's heart.
Dunia selebar daun kelor, peribahasa itu tengah dirasa Hawa. Setiap melangkah, ikatan benang merah (takdir) mempertemukan langkahnya dengan orang-orang dekat Adam.
Inikah wujud pengabulan do'a Hawa ditiap malamnya? Ataukah ini lahan ujian peluruh sekaligus penguat imannya?
Jemari hawa mulai mengetikkan tiap impian dan do'anya dalam kisah Fiksi Adam dan Hawa di akun FBnya dekat sedikit keyakinan kisahnya di aamiini oleh pembaca dan kembali menguraikan benang merah antara dia dan Adam.
Sebaik-baiknya Manusia berencana, namun Tuhanlah yang menjadi Skenario Tunggal yang Maha berkehendak. Ramadhan 1433 Hijriyah, lewat sosok perempuan bernama Nur, Tuhan memberikan halaman akhir naskah adam dan hawa.
Tuhan telah membukakan tabir akan sosok seorang adam yang dinanti sang Hawa.
Tuhan seolah berkata "dia bukan pemilik tulang rusuk yang ku jadikan Kamu Hawa. Suatu saat, yakinilah ada 1 Adam lain yang telah Aku ciptakan untuk hati lembutmu. Petiklah 1 pelajaran penting, Fitrahku itu anugerah. Akan indah jika ditempatkan pada ladang yang subur, namun akan buruk jika ditanam pada ladang yang tandus. Tanamlah fitrahku pada ladang yang subur bernama pernikahan, karena Fitrah yang ditanamkan pada tempat yang belum halal itu adalah sebuah benih yang tak lagi sehat dan suci"
Setengah bulan sejak menghilangnya Hawa, tiba-tiba para pengguna jejaring social Facebook dibuat penasaran dengan salah satu akun yang setiap hari mempostingkan catatan-catatan tentang sebuah cerita tentang sebongkah hati yang merindui seorang sosok yang pernah hadir dalam mimpinya ketika dia tak sadarkan diri di sebuah rumah sakit”
Sebulan berlalu, catatan di FB Hawa memasuki angka puluhan. Dan karena salah satu catatan bertemakan kematian mendapatkan comment yang sangat manis yang mampu menerbitkan pancaran bintang di mata seorang hawa.
"sakit itu adalah ajang peleburan dosa bagi tiap hamba yang dikasihiNya"
Senyum semangat itu merekah, Hawa kembali menemukan seCercah Harapan. Tuhan masih menyayangiku, Dia datangkan Adam tuk membuatku sadar akanMU. Terimakasih Tuhan.
Dari Maya ke alam Nyata. Dari rasa terimakasih menjadi benih kerinduan, dan Lukisan sajak Adam Hawapun menjadi tema dalam setiap catatan yang dibuat Hawa.
Seiring waktu berjalan, ratusan permintaan pertemanan memenuhi notifikasi FB Hawa. Dan pertanyaan-pertanyaan kembali berkembang. Siapakah Hawa? Apakah Kisah Adam dan Hawa itu kisah nyata atau fiksi?
Hawa mulai kebingungan ketika banyak orang mempertanyakan keberadaannya, hingga sebuah Radio Swasta mulai sering membacakan postingan koment dari para pendengar yang juga mengagumi sosok Hawa. Hawa memang kerap kali meramaikan ajang berita serta memberikan gagasan dari topik yang di angkat tiap pagi, malamnya berganti dengan menyampaikan beberapa bait puisinya.
Suatu ketika, Hawa di undang oleh salah satu penyiar dan pertanyaan-pertanyaan merekapun terjawab off air melegakan dahaga akan sosok Hawa dan cerita Hawa's heart.
Dunia selebar daun kelor, peribahasa itu tengah dirasa Hawa. Setiap melangkah, ikatan benang merah (takdir) mempertemukan langkahnya dengan orang-orang dekat Adam.
Inikah wujud pengabulan do'a Hawa ditiap malamnya? Ataukah ini lahan ujian peluruh sekaligus penguat imannya?
Jemari hawa mulai mengetikkan tiap impian dan do'anya dalam kisah Fiksi Adam dan Hawa di akun FBnya dekat sedikit keyakinan kisahnya di aamiini oleh pembaca dan kembali menguraikan benang merah antara dia dan Adam.
Sebaik-baiknya Manusia berencana, namun Tuhanlah yang menjadi Skenario Tunggal yang Maha berkehendak. Ramadhan 1433 Hijriyah, lewat sosok perempuan bernama Nur, Tuhan memberikan halaman akhir naskah adam dan hawa.
Tuhan telah membukakan tabir akan sosok seorang adam yang dinanti sang Hawa.
Tuhan seolah berkata "dia bukan pemilik tulang rusuk yang ku jadikan Kamu Hawa. Suatu saat, yakinilah ada 1 Adam lain yang telah Aku ciptakan untuk hati lembutmu. Petiklah 1 pelajaran penting, Fitrahku itu anugerah. Akan indah jika ditempatkan pada ladang yang subur, namun akan buruk jika ditanam pada ladang yang tandus. Tanamlah fitrahku pada ladang yang subur bernama pernikahan, karena Fitrah yang ditanamkan pada tempat yang belum halal itu adalah sebuah benih yang tak lagi sehat dan suci"
No comments:
Post a Comment