Thursday 19 May 2016

Sudut Hati - Kabar Hati (Ku; mu)

Apa kabarmu disana?


Ingin sekali ku tambahkan kata cinta setelah tanda tanya diatas. Namun, bukankah aku telah memutuskan memilihnya? Walau mungkin kau masih belum tahu karena engkau memang tak sempat untuk mengulik status FB dan blog yang memuat kisahku dan mu, Kita.


Akupun masih bersikap biasa, meneleponmu seperti biasa. Dan seperti biasa pula kau jarang menjawab panggilan dariku. Alasan yang sama!

Aku meeting. Hpku di saku dan aku sedang naik motor jadi tidak dengar. Pikiranku sedang tidak fokus. Aku sedang survey lokasi. Dll.

Sayang, sungguh aku masih mengasihimu. Dan aku sungguh tak ingin menjadi orang yang jahat karena meninggalkanmu saat kau tengah dibawah. Aku paham, aku yang secara tidak langsung mendorongmu hijrah ke ibukota. Memulai bisnis yang nyatanya tanda tangan kontrak itu bukan berarti bisnis langsung berjalan, semua terkendala modal.

Sayang, sungguh aku sangat prihatin kepadamu. Uang Miliaran Rupiah itu tidak mudah didapat, tapi sungguh aku sangat salut sikap positif thinkingmu, kerja kerasmu walau nyatanya kini tabunganmu terkuras habis di Ibukota dan modal tak kunjung jua kau dapat.

Sayang, kau sungguh tahu bagaimana perasaanku kepadamu. Hampir setahun ini banyak kisah yang terlewati dan kau sukses menjadikanku sosok yang tak lagi labil dan menjadi seseorang yang makin sabar. Itu semua karenamu, karena kau yang sangat sabar dan telaten mendengar semua keluh kesahku, airmataku, dan naik turunnya amarahku. Terimakasih.

Namun nyatanya, kini harapan penyatuan kita semakin buram. Bukan hanya karena statusmu, tanggungjawab-tanggungjawab yang harus kau selesaikan dan bukan pula karena bisnismu tengah dibawah.

Ibuku kini tak lagi mudah menangis memikirkan masa depanku ketika ada lelaki sholeh hendak melamarku. Aku melihat jelas, sedikit beban terangkat dari pundaknya. Lihatlah, saudara-saudaraku menyambut hangat kehadirannya itu terlihat bagaimana lelaki itu menjabat tangan adikku. Berbeda! Ya, berbeda ketika kau yang datang ke rumah. Adikku bahkan tak menemuimu. Apakah karena statusmu?

Sayang, kaupun sekarang mengetahuinya. Ada lelaki shaleh yang meminangku, dan kau menyerahkan kembali keputusan itu kepadaku. Istikharah. Katamu.

Begitu mudahkah kau melepasku?

Kembali kau menegaskan posisimu. Pekerjaanmu, statusmu, usahamu di ibukota.

Hemm... Baiklah... Aku akan Istikhoroh.

Hari-hari pertama aku lalui dengan airmata. Walaupun belum genap satu tahun kita bersama, banyak kisah yang tlah terlewati dan begitu berkesan bersamamu. Dari awal perjumpaan memang tak ada niat kau mendekati, kau hanya akan mencoba membantuku menemukan jodohku. Ya kita hanya berteman, dan statusmu menjadi penghalang untuk kita lebih dari seorang teman hingga kau menceritakan semuanya.

Kau tengah bermasalah dengannya, dan hendak mencari istri kedua karena kekurangan dirahimnya dan sikapnya yang tak lagi tunduk padamu. Imamnya. Apakah aku memang yang tak sabar menanti jodoh hingga aku terpikat padamu, atau karena sikapmu yang begitu dewasa yang begitu nyaman untukku yang rapuh?

Hingga tiba saatnya kau menghadap ibuku dan mengutarakan niatmu. Dan tentu saja reaksi ibuku bisa ditebak. Menolak! Statusmu itu sudah jelas, kecuali kau telah berpisah.

Kau kemudian menjelaskan kembali, perceraian itu telah lama menjadi wacana antara kau dan dia. Dengan satu dua syarat! Sebuah rumah dan mobil mewah!  Kau menaksirnya kisaran 3 M. Diawal aku sangsi, bisakah kau dapatkan uang sebanyak itu? Namun sungguh, keoptimisanmu merobohkan dinding keraguanku dan ibuku. Hanya yang lain menolak kehadiranmu.

Selang perjalanan waktu, tibalah kita disaat ini. Keoptimisanmu masih kau perjuangkan namun usiaku tak lagi mampu menunggu. Perbedaan usia kitapun menambah poin-poin plus minus antara kau dan dia yang hendak meminangku.

Mungkin aku memang jahat, tak menemanimu disaat kau dibawah. Namun, aku tak mau berlarut menjadi beban yang harus ibuku angkut. Aku ingin membahagiakannya segera. Dengan menikah.
Maaf, maafkan aku jika memang aku jahat. Aku tak bersabar seperti katamu.

Sungguh, aku ingin menyegerakan apa yang bisa membahagiakan ibu. Mengorbankan kita, dan cinta diantara kita.

Kau bilang kau tak rela, namun kau juga tak bisa mempertahankan karena kondisimu sekarang.
Apa yang bisa aku lakukan? Menantimu hingga kau sukses, lepas dari dia dan tanggungjawab-tanggungjawab purna kau penuhi?

Sayang, usiaku menjejak 29 tahun . Aku ingin menikah dan memiliki anak selagi rahimku masih produktif.

Maafkan aku, namun diawal kau menyerahkan semua keputusan kepadaku. Dan kau tahu aku berat meninggalkanmu dengan kondisimu sekarang. Namun akan menjadi sebuah fitnah jika aku menolak pinangan dari lelaki sholeh yang menerima semua masa laluku.

Sekali lagi maafkan aku.

Kukabarkan isi hatiku padamu.

Aku mencoba berkata baik, walau tercabik.

Ku harap kabarmupun begitu.

Terimakasih untuk semuanya, segala kebaikan yang kau beri untukku, dan keluargaku terutama ibu yang telah menganggapmu sebagai anak.

Kuharap kabar hatimu selalu baik. Penuh berkah, hatimu, jalan hidupmu, dan semoga ikhtiarmu mencari rejeki selalu dimudahkan Allah...

Terimakasih, dan maafkanlah aku...

Yang mencintaimu namun tak bisa menjadi milikmu...

Pasuruan, 20 Mei 2016

No comments: