Wednesday 25 May 2016

Sudut Hati - Tabir

"Kau sudah memutuskan!?"

Pertanyaan Laila bagai sebuah rintikan hujan jarum yang mengguyur hati Samita. Samita tetap bergeming, asyik dengan buku yang terbuka di hadapannya.

Laila tahu, Samita tak benar-benar menikmati sajian kata seperti kesehariannya. Samita kini rapuh, mendekati kayu yang lapuk termakan rayap. Lihatlah kedua lingkaran hitam di matanya dan pipi yang tak lagi sebulat dan semerah apel. Samita lebih terlihat seperti layang-layak penuh sobekan yang terlilit di kabel listrik. Ah Samita, kenapa mempersulit kebahagiaan di depan mata?

Laila kembali sibuk dengan dede Iman dan kakak Salihah. Walau sesekali melirik ke arah Samita di ranjang yang menghadap ke kolam ikan. Hati Laila tersentuh, dan tentu saja gemas kepada sahabatnya itu. Dia telah lama menunggu saat-saat ini, Laila ingin Samita Menikah!!!

"Apa perlu kita yang bertindak Ummi?" tanya suami Laila.

"Menurut Abi bagaimana? Kan abi yang tahu persis kepribadian lelaki iyu, dia kan teman abi?" jawab Laila.

"Teman lama mi, sudah berapa tahun kami tidak bertemu." jelas Suami Laila.

"Mungkin kita cukup menasehati dia tentang pentingnya menikah bi, mempercepat sebuah kebaikan bernama pernikahan. Bukan malah menunggu seseorang yang tak tahu kepastiannya." mata Laila mulai berkaca. 

Sudah hampir sepuluh tahun Laila mengenal Samita. Samita yang satu jurusan dengan Laila sewaktu di kampus, dan tak sengaja bertemu kembali saat Samita rapuh dan sakit beberapa tahun lalu. Kasus yang hampir sama seperti sekarang, hanya saja Laila sedikit tenang karena Samita tak serapuh dahulu. Samita yang tegar dan iman yang semakin manis. 

Samita tipe perempuan yang setia. Jika dia telah menemukan seseorang yang mampu mengetuk bahkan menerobos hatinya, dia akan rela menunggu sampai akhirnya Tuhan mempersatukannya dengan lelaki yang dikasihinya. Laila teringat kembali masa itu. Samita mencintai seseorang, seseorang yang dia kira juga mencintainya. Hanya saja Samita menyalah artikan perhatian dari lelaki itu. Lebih dari lima tahun dia menunggu sampai akhirnya lelaki itu menikah dengan orang lain.

Lalu, apakah Laila akan membiarkan Kejadian yang dulu terulang kembali. Tidak! Usia Samita mendekati angka tiga, dan itu yang membulatkan azam di hati Laila untuk menyadarkan Samita.

Laila tahu, Samita tahu sebenarnya apa yang akan dipilihnya. Apa yang dianjurkan Islam tentang menyegerakan kebaikan. Seperti percakapannya di dapur kemarin malam.

"Lelaki yang aku cintai belum memberi kepastian kapan akan menikahiku sedangkan usiaku semakin bertambah. Aku tak ingin terus membuat ibu bersedih. Sedangkan ada lelaki lain yang menawarkan surga dan akan menjadi fitnah jika aku menolaknya. Laila, aku sangat mencintai laki-laki itu dan aku tak tahu apakah aku sanggup meninggalkannya di saat dia sedang berusaha." Samita tak mampu membendung butiran airmata yang semakin menderas.

Laila yang duduk di hadapannya hanya terdiam. Laila tak perlu berkata lagi karena Samita tahu apa yang harus dilakukannya dan keputusan yang harus diambil. Samita gadis yang cerdas dan memahami Al quran. Hanya saja hatinya, hatinya yang begitu halus dan haus kasih.

Samita bercerita kepada Laila tentang sosok lelaki itu, sosok yang begitu dewasa, sabar, penyayang dan pekerja keras. Namun Laila menangkap sesuatu yang lain dari lelaki yang pernah diperkenalkan Samita padanya.

Samita yang telah lama kehilangan ayahnya tentu saja membutuhkan lelaki seperti itu, hatinya yang lembut pasti membutuhkan dekapan serta rasa nyaman dari lelaki yang penyabar. Tetapi kenapa harus suami orang Samita!? Laila tak habis pikir dengan sahabatnya ini.

Laila kembali merenung, dia tak mampu memberi nasihat banyak untuk Samita. Semoga saja Allah segera membuka Tabir yang menyelimuti. 

Aamiin.

Pasuruan, 25 Mei 2016

No comments: