Jika
ditanya sejak kapan aku mulai menulis? Maka aku akan berusaha keras
mengingatnya, walaupun sulit tuk memastikannya. Aku mulai bisa memegang alat
tulis sejak usia taman kanak-kanak dan sejak saat itu pula aku rasa aku
perlahan namun pasti mulai menulis. Secara harfiah memang!
Jika yang kau maksud menulis dalam artian mencipta atau merealisasikan gagasan, angan atau kata hati, hemm... mari ku ingat kembali... sepertinya sejak usia sekolah dasar aku sudah memiliki Diary sendiri, dan mulai rajin menumpahkan semua kata hati, uneg-uneg, rekaman kejadian atau sekedar menulis kata Bosan.
Jika kau tanya kembali kenapa aku menulis atau mengapa aku ingin menjadi penulis, baiklah. Dengan senang hati aku menceritakannya.
Aku
tak suka banyak berbicara dan kurang bisa menyampaikan tujuan dengan kata-kata.
Mungkinkah karena sedari kecil aku memang pendiam dan tak banyak mengeluarkan
suara sejak masih menjadi bayi merah. Orang tuakupun panik dikira aku terlahir
menjadi Tuna Wicara. #ups
Teman-teman
menganggap aku sombong karena hemat bicara, atau lebih tepatnya lagi poendiam
karena memang tak tahu bagaimana aku memulai sebuah percakapan. Namun semua itu
kini terbantahkan. Aku berbicara dengan caraku sendiri, dan dengan menulis aku
berbicara. Dengan menulis aku perlahan bisa menyuarakan semuanya, perlahan
lewat tulisan kemudian lancar menjadi lisan.
Kalian
pernah merasa sangat dekat dengan kematian?
Aku
pernah, dan itu sangat menakutkan. Aku merasa usia yang aku lewatkan tiada
guna. Hanya rutinitas, basa-basi, dan menghamburkan waktu tanpa manfaat. Untukku
maupun orang lain.
Semenjak
pertengahan tahun di 2009, aku seolah mendapat kembali diriku. Jiwaku. Dan tujuan
hidupku. Semua
ujian yang terbentang di tahun 2009 yang sempat membuatku putus asa, malu,
depresi, dan kehilangan jati diri. Kini semua itu tak sia-sia. Bukankah Allah
akan mengganti apa yang telah hilang dan memberikan apa yang kita butuhkan?
Dengan tubuh yang masih lemah, aku mulai menata diri. Menata iman. Kukumpulkan semua tulisan yang pernah aku buat, aku menyelami masa dengan setiap kata yang terbaca. Aku menengok diriku sendiri dari kata-kata yang aku tulis.
Selama masa pemulihan fisik, aku lebih banyak menulis dan membaca selain beribadah tentunya. Kutemukan kembali sinarNya yang sempat redup di hatiku. Aku melahap semua buku yang terhidang, beberapa tanganpun terulur memberikan atau sekedar meminjamkan buku-buku motivasi dan agama. Sungguh, maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan?
Jika engkau menanyakan sekali
lagi, mengapa aku menulis aku akan menjawab: Akan Ku Jangkau Masa dengan Tulisan.
Menjangkau
masa? Apakah artinya itu?
Aku tak ingin hanya hidup di
masa ini, akan aku jangkau masa-masa dikesudahan aku mati. Biarlah aku tak bisa
menemui orang yang aku tinggalkan, asal mereka bisa menemuiku dalam sajak atau
tulisanku.
Teringat, bagaimanapun kekasih
kita Rasulullah saw telah ribuan tahun meninggalkan kita. Kisah dan suri
tauladannya mampu menyinari sanubari dan hidup kita sampai sekarang seolah
beliau masih disini, membimbing kita. Entah melalui Al Quran maupun buku-buku
yang menuliskan kisah beliau.
Kisah-kisah penemu Muslim ataupun para pembuat sejarah. Bagaimana kita mengenal seseorang yang telah lama purna meninggalkan jasad? Ya, kita bisa membacanya dari kumpulan sejarah yang juga ditulis oleh manusia. Begitupun aku...
Aku ingin tetap hidup walaupun ruh
telah meninggalkan jasad. Aku ingin tetap memberikan kebaikan, hikmah dan
pengalaman. Aku, ingin merangkul anak cucuku dengan tulisanku.
Seperti kata Ali bin Abi Thalib:
Semua penulis akan meninggal, hanya karyanyalah yang akan abadi sepanjang masa. Maka tulislah yang akan membahagiakan di akhirat nanti.
Semua penulis akan meninggal, hanya karyanyalah yang akan abadi sepanjang masa. Maka tulislah yang akan membahagiakan di akhirat nanti.
Dan jika engkau tanyakan sekali lagi, mengapa aku menulis. Akan ada sekian banyak alasan yang bermunculan, dan mungkin kau akan bosan atau mengantuk jika aku sudah berkicau tentang mengapa aku menulis. :P
Oke, beberapa poin saja. Ndak banyak
kok... diiikiiiit aja...
Kau tahu apa itu katarsis? Yang dipopulerkan
oleh om Sigmund Freud tuh... hihi..
Katarsis merupakan salah satu teknik untuk menyalurkan emosi yang
terpendam. Semua orang pasti dong pernah emosi!? Iya kan!? Ndak boleh bohong
lho ya!? :D
Nah, sekarang tergantung diri
kita mau menyalurkannya dengan positif atau negatif. Membangun atau malah
merusak. Hayo pilih mana?
Kalau aku pribadi nih, pernah
sih beberapa kali menyalurkan emosi di jalan ke-negatif-an. #eh. Marah, sedih,
bahkan kadang merusak barang atau menyakiti diri. Namun ketika emosi sudah
tenggelam lalu aku mulai sadar. Itu semua tidak ada manfaatnya, tidak ada
penyelesaian bahkan harus sampai melukai atau menyakiti orang di sekitar dengan
lisan kita yang kadang seperti bom atom tanpa kita sadari. Betul tidak!?
Istighfar! Pejamkan mata! Tundukkan
kepala dan mulailah berdamai dengan emosi.
Jika memang emosi masih ada
percikan, ambillah alat tulis atau gadget dan menulislah! Luapkan saja lewat
tulisan. Ada pepatah mengatakan
menulislah ketika mabuk dan tinjau kembali ketika sadar.
Kalau untukku, IT’S WORK!!
MasyaAllah.
Menemukan Jati Diri, ya kau akan menemukan atau istilah kasarnya
berkaca! Kau akan menemui pantulan dirimu lewat tulisanmu. Hingga kau akan
menyadari oh, seperti inikah diriku
ketika marah? Oh, ternyata aku jenius! Aku bisa menuliskan ide gila seperti
ini, Fabulous! Coba tengok kembali
semua tulisan yang pernah kau tulis. Dan nilailah dirimu, atau mungkin kau akan
menemukan harta karun yang tak ternilai di dalamnya.
Lalu, apa yang kau tunggu
menulislah!!!
Pasuruan, 24 Mei
2016
No comments:
Post a Comment