
Oleh: Bintang Arini
Senyap. Jalan setapak yang biasanya ramai
dengan senda gurau remaja berseragam putih biru kini layaknya pekuburan. Telapak
tangan seorang remaja putri berkerudung putih yang mendarat pada sebuah pipi
remaja putri berbando merah itu membuat waktu terasa berhenti.
Rasa
panas yang masih dirasakan pipi dan telapak tangan kedua remaja putri itu
menyadarkan mereka bahwa kejadian beberapa detik lalu itu bukanlah sebuah
mimpi. Aisyah, remaja putri berjilbab itu seketika mengucapkan Istighfar dan
mulai meninggalkan remaja berbando merah dengan menggandeng sahabatnya yang
masih mematung disebelahnya.
Kamu boleh mencelaku semau kalian, tapi
jangan kerudung atau agamaku.Aisyah tak menggubris tatapan-tatapan aneh di sekelilingnya,
satu hal yang ingin segera dia lakukan adalah berwudhu. Perlahan namun tegas,
langkahnya mulai mendekat pada satu-satunya bangunan yang membuatnya nyaman.
Musholla.
***
Di ruang kelas remaja putri berbando merah dan
teman-temannya terlihat berkerumun di bangku paling ujung kanan nomor tiga dari
depan.
"Aku nggak nyangka lho Lis, kalo Aisyah bisa nampar kamu. Gimana masih
sakit?" gurau Lani.
"Awas saja dia! Berani banget dia
nampar aku!" geram Elis.
"Kamu mungkin sudah keterlaluan
sama Aisyah! Toh dia selama ini diam saja waktu kamu nyindir-nyindir dia. Kamu
sih tadi nyinggung jilbab ‘gedhe’-nya."
timpal Luna saudara kembar Lani
"Alaahh, sudahlah!! Kalian ini ndak
liat apa kalau pipiku masih merah gini?" ujar Elis sambil meringis menahan
sakit.
"Suruh siapa Radit putusin gue dan
lebih memilih cewek berjilbab itu?? Malah sih Edo dan ganknya juga mulai
nyuekin aku dan melirik Aisyah?? Bisa turun pamor gue ntar"
***
Di perpustakaan Aisyah tengah asyik membaca
ketika Radit datang ke mejanya.
"lagi baca apa syah?" sapa
Radit
"sstt, ini perpustakaan bisa tenang
dikit tidak?" tegur Aisyah yang mulai terganggu.
"maaf syah, aku ganggu ya"
tanya Radit
"syukurlah kalau kamu sadar"
ucap Aisyah sambil terus menatap buku dihadapannya
"aku cuma ingin ngobrol sama kamu,
boleh?"
"boleh! Tapi tidak saat ini dan di
tempat ini, saya sibuk mempersiapkan bahan buat ujian. Bisa dimengerti??"
jawab Aisyah ketus
"oke, maaf sudah ganggu. Tapi kapan
kita bisa bicara?"
"pulang sekolah saja di depan
kantin!"
"oke, aku pergi dulu ya Aisyah!
Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumsalam"
***
Tepat setelah bel pulang berbunyi Radit
langsung menyambar tas sambil berlari kecil menuju ke kantin. Sambil tengok ke
kanan dan kiri, Radit mencari-cari sosok gadis pujaan hatinya itu.
"Radit!!" teriak seorang
perempuan berpakaian seragam biru putih berlapis jaket merah.
"lho Widya, Aisyah mana?"
tanya Radit
"oh, dia sudah pulang! Neh ada
titipan dari dia" jawab Widya sambil memberikan selembar kertas.
"oh, ya sudah! Thanks ya
wid!"
"ur wellcome Radit"
balas Widya sambil berlalu dari kantin
Di bukanya lembaran kertas itu. Sebuah
tulisan berjajar rapi terlihat;
Aku tahu kamu pasti mau menanyakan
perihal kejadian pagi ini antara aku dan pacarmu. Aku lelah dengan sikap Elis
dan dayang-dayangnya yang terus berFITNAH tentang aku. Dan aku rasa kamu tahu
kenapa dia begitu. Dan tolong, kamu bisa jaga jarak denganku agar tak ada
fitnah lagi antara kita. Terimakasih.
Aisyah
Radit hanya terdiam di bangku kantin.
Aisyah, kamu memang berbeda. Dan aku akan tetap menantimu.
Kesokan paginya Radit kembali mendekati
sosok si pujaan hati, kali ini dia memutuskan untuk datang lebih pagi agar
dirinya terlihat menjadi siswa yang baik dimata Aisyah.
"Pagi Aisyah! Wah rajin banget
pagi-pagi begini udah di kelas?!" sapa Radit sambil menyunggingkan
senyumnya di depan meja Aisyah.
"yang tumben itu kamu!! Mimpi apa
sepagi ini sudah datang?" jawab Aisyah dingin
"yaaa, kamu bersyukur donk! Ini kan
berkat kamu juga?" balas Radit
Aisyah berhenti sejenak dari aktivitasnya
membaca buku. Ditutupnya buku bersampul biru itu sambil beranjak meninggalkan
Radit.
"kamu mau kemana syah?" tanya
Radit sambil menyusul Aisyah.
"aku rasa pesanku yang tertulis
kemarin sudah jelas bukan?! Please, leave me alone!! Don't disturb me
again!! Ok!!"
"tapi syah...?!"
"no 'but', just end your action
right now!" teriak Aisyah
Radit terdiam. Tak pernah dia melihat
Aisyah semarah itu sebelumnya. Wajah Aisyah memerah menahan luapan emosi.
Segera Aisyah beranjak dari tempat itu, langkah kecilnya terlihat sedikit
berlari menuju ke Mushola.
Radit hanya mengamati dari tempat dia
berdiri, terlihat Jilbab Aisyah melambai-lambai tertiup sang angin. Untung saja
tadi suasana sekolah masih sepi sehingga tak ada yang tahu kemarahan Aisyah
pada Radit pagi ini. Namun, tanpa disadari Radit, ada sepasang mata yang
memerah melihat kejadian pagi itu.
***
Awal Aisyah masuk ke sekolah itu 1 tahun
lalu, tak ada yang terlalu mencolok dari dirinya kecuali sebuah kain yang
menutupi kepalanya. Namun semua berubah ketika masa lalu Aisyah tersibak. Suatu
hari tanpa disadari salah seorang guru Aisyah menemukan sebuah artikel yang
memuat tentang siswi baru pindahan dari Bali itu.
Aisyah Swastika Ramadani, seorang siswi
berbakat yang mendapat piala tahunan dari Bupati dan menteri pendidikan akan
prestasi di bidang seni. Tak ayal seketika Aisyah langsung menjadi buah bibir,
dan kehidupan pribadi Aisyahpun mulai terganggu dengan pihak sekolah yang mulai
melirik Aisyah untuk mengikuti beberapa perlombaan, tak hanya di bidang seni
namun di bidang akademik lainnya.
Aisyah hanya bisa pasrah, dia memang tak
pandai untuk membantah ataupun sekedar berkata tidak. Aisyah Swastika Ramadani,
seketika menjadi 'bintang' di sekolahnya. Bukan hanya 'bintang' di bidang
akademik, namun juga 'bintang' di hati teman-teman laki-laki sepenjuru sekolah.
***
"Sedang apa kamu pagi-pagi sudah
'dugem' di mushola?" sapa Widya
"eh kamu, ya ndak apa-apa!
Lebih tenang aja di sini" elak Aisyah
"lagi belajar buat unas bulan depan
ya syah? Nanti aku diajari juga ya syah?" seru widya
"iya, insyaAllah. Tapi alangkah
baiknya kita mengerjakannya dengan usaha sendiri. Kan lebih afdol?!"
“hemm, iya-iya bu Aisyah!! eh syah,
bagaimana hubungan kamu dengan Radit?”
“hubungan apanya?” Tanya Aisyah kaget.
“ya hubungan kamu dengan dia, kan
beberapa hari ini keliatan banget Radit ngejar-ngejar kamu”
“ndak ada hubungan apa-apa kok”
jawab Aisyah cuek
‘”bener?” selidik Widya
“iya, emang kenapa?”
“ya apa kamu tidak tertarik juga dengan
dia?”
“Astaghfirullah Widya, ya ndak
mungkinlah”
“lh, kenapa ndak mungkin?”
“Widya, kita ini masih kelas 3 SMP, jadi
ya ndak mungkin banget kan??”
“gitu ya??”
“iyaaaa… ya udah yuk kita ke kantin aja,
laper neh”
Mendengar kata kantin Widya langsung
lupa akan rasa ‘penasaran’nya terhadap kisah Aisyah, Radit dan Elis.
“Ayuuuuuukkkk, kantiiiiinnn we’re
comiiiiingggg!!!!!”
***
Sepulang sekolah Aisyah menanti kendaraan
di halte dekat sekolahnya. Halte kelihatan sepi, hanya ada Aisyah seorang di
sana. Tiba-tiba ada segerombolan laki-laki menghampirinya. "kamu yang
namanya Aisyah?" teriak salah seorang di antara mereka
Dengan hati bergemuruh menahan takut Aisyah
memberanikan diri menjawab "i, i, iyaa. Kalian siapa??"
"kamu g usah tahu siapa kami! Asal
kamu pahami 1 hal!! Pergi kamu dari sekolah itu!!"
"apa hak kalian menyuruh aku
meninggalkan sekolah?" tanya Aisyah
"jangan banyak bicara!!" teriak
pria itu sambil mengayunkan tangan hendak menampar Aisyah, secara reflek Aisyah
melangkah mundur, namun naas Aisyah terjatuh, aahhh!! Tangan Aisyah terbentur
lantai halte yang keras.
Aisyah menjerit kesakitan,
"tolongg!!" Merasa jiwanya terancam Aisyah berteriak mencari
pertolongan. Tiba-tiba ada seseorang turun dari sebuah mobil, "hai! Apa
yang kalian lakukan pada gadis itu?" teriak orang itu.
Spontan para berandalan tadi kabur
menjauh. "kamu tidak apa-apa dik?" tanya penolong it
"tanganku sakit banget kak!!! Ahhh,
tolong saya kak" ucap Aisyah sambil menahan saki
"ayo naik ke mobil, kita ke rumah
sakit" jawab pemuda yang menolong Aisyah
***
Sesampai di rumah sakit Aisyah segera
diberi perawatan."kamu tidak apa-apa dik?" tanya pemuda itu
"kata dokter tadi ada tulang ditanganku yang retak kak" jawab Aisyah
"ya sudah kamu istirahat dulu biar
aku hubungi orang tuamu" ujar pemuda berseragam putih abu-abu itu
"iya kak!"
"eh, maaf. Nama kakak siapa??"
tanya Aisyah
"namaku Ahmad Ghufron Al Fikri,
panggil saja Fikri"
"iya kak, namaku Aisyah"
"iya, tadi dokter sudah bilang
kok" jawab Fikri
***
Keesokan harinya sekolah gempar, berita
mengenai Aisyah yang di ganggu beberapa berandalan santer terdengar di
mana-mana. Baik di pihak siswa, staf, sampai ke telinga kepala sekolah.
Widyapun juga dipanggil ke ruang Kepsek.
"Widya, kamu tahu siapa yang
mengganggu Aisyah kemarin siang?" tanya Pak Kepsek
"maaf pak, kemarin saya pulangnya
dijemput supir jadi tidak bareng sama aisyah" jawab Widya
Di kantin beberapa siswi terlihat tengah
bercakap-cakap
"kamu ini gimana sih lis?? Katanya
cuma mau kasih teguran ringan ke Aisyah, kenapa dia bisa masuk RS gitu?"
tanya Lani
"ya mana aku tau? Aku cuma bilang
ke kakakku agar g sampai mukul Aisyah" jawab Eli
"eh, sudah-sudah! Jangan dibahas di
sini nanti ada yang dengar bisa bahaya!" tegur saudara kembar Lani
***
"Assalamu'alaikum" sapa Widya
dan Lia
"wa'alaikumsalam" jawab Aisyah
Widya dan Lia membesuk Aisyah di rumah
sakit. Siang itu suasana di kamar rumah sakit yang di tempati Aisyah terdengar
ramai dengan celotehan widya dan lia.
"kapan kamu bisa masuk sekolah
syah?" tanya Widya
"mungkin lusa aku boleh pulang ke
rumah, tapi ndak tahu juga kapan perban di tangan kananku boleh
dibuka" jawab Aisyah sedih
"ya tidak usah sedih gitu ah
mbak" hibur Lia
"tapi bentar lagi unas Lia,
sedangkan tanganku belum bisa dipakai menulis" seru Aisyah
"sabar syah, pasti akan ada
jalan" hibur Widya
***
UNAS sudah di mulai, semua terlihat serius
di tempat masing-masing. Bangku Aisyah terlihat kosong, Aisyah mengerjakan soal
UNAS di ruang kepsek sambil dibantu seorang guru untuk menuliskan jawaban di
kertas.
Setelah UNAS berlalu, Aisyah tak lagi
terlihat di sekolah. Bahkan di acara perpisahanpun dia tak hadir, hanya orang
tuanya yang datang untuk mengambil ijazah dan penghargaan Aisyah. Aisyah berhak
mendapatkan penghargaan atas nilai UNASnya yang mencapai nilai tertinggi di
sekolahnya.
Radit terlihat menghampiri orang tua
Aisyah.
"Assalamu'alaikum tante" sapa
Radit
"iya nak, ada apa?" jawab
tante Khusna ibunda Aisyah
“saya
mau nitip ini buat Aisyah tante, maaf dulu saya tidak sempat menjenguk Aisyah
di rumah sakit" ujar Radit
"oh, iya nak, nanti ibu
sampaikan"
***
Di sebuah kamar berukuran 3 x 2.5 meter
Aisyah tengah terbaring di pembaringannya. Sesekali dia masih meringis menahan
sisa nyeri di tangan kanannya. Tok tok tok, terdengar pintu kamar Aisyah
diketuk.
"Assalamu'alaikum sayang" sapa
ibu Aisyah
"Wa'alaikumsalam bunda"
"kamu kenapa? Kok pucat gitu?
Tangannya sakit lagi?" tanya bunda
"enggak apa-apa kok bunda, eh
gimana hasilnya bunda?"
"Alhamdulillah, kamu jadi wisudawan
terbaik sayang" ucap bunda sambil mengecup kening Aisyah
"oh ya, ini ada titipan dari
temanmu"
"dari siapa bun?"
"wah, tadi bunda lupa tanya nama.
Ya sudah kamu buka saja, bunda mau masak dulu ya"
"iya bun."
***
Sebuah kotak musik berbentuk bintang yang
terbuat dari kaca terlihat dari balik kertas kado baru saja di buka Aisyah.
"Wah bagus sekali, dari siapa ini??
Hemm, tau saja aku suka bintang" gunam Aisyah terlihat ada sepucuk surat
di dalam kotak musik itu.
"Assalamu'alaikum Aisyah, maaf aku tak
sempat menjengukmu di rumah sakit waktu itu. Ehmm, gimana kabarmu Aisyah. Aku
kangen sama kamu. Eh maaf ya, tapi jujur aku menyayangimu.
Aisyah, aku sampaikan minta maaf padamu.
Maaf karena aku tak sempat mengunjungimu di rumah sakit, dan aku minta maaf
mewakili Elis. Aku tak punya nyali untuk menemuimu, karena aku tahu secara
tidak langsung kejadian yang menimpamu karena kesalahanku juga.
Aku waktu itu mendengar pembicaraan Elis
dan teman-temannya di kantin. Aku kaget syah, ketika tahu yang menjadi dalang
penyerangan padamu di halte itu adalah Elis.
Aku minta maaf padamu syah, tolong jangan
kamu mempermasalahkan kasus ini pada orang tuamu, sekolah apalagi sampai ke
pihak yang berwajib.
Aku tahu, kamu adalah perempuan yang baik
dan tak suka memendam rasa dendam pada orang lain. Sekali lagi aku minta maaf
syah, sebagai gantinya aku akan menghilang dari hidupmu. Aku ikhlas syah"
Dari pengagum hatimu
Radit
Aisyah tertegun di tempat tidurnya.
"MasyaAllah, hanya karena seseorang yang bukan muhrimnya Elis sampai
setega itu padaku" batin Aisyah
baiklah, aku sudahi hal ini sampai
disini biarkan Allah saja yang akan menyelesaikannya
***
No comments:
Post a Comment