Jum'at pagi
telah tiba, yeah aku paling suka hari penuh barokah ini. Kalian tahu kenapa? Ya
karena hari adalah hari terakhir bersekolah.
Di sekolahku, hari sabtu dan
minggu libur. Oh ya, aku belum mengenalkan diri. Namaku Aisyah Kusuma Wardani,
aku sekarang duduk di bangku kelas empat SDIT Insan Mutiara.
"Aisyah,
ayo turun sarapannya sudah siap!" teriak Kak Adinda.
"Iya kak
Ais turun sebentar lagi" kataku setengah berteriak. Setelah mengenakan
jilbab cokelatku, aku bergegas turun sambil menenteng ransel sekolahku yang
cukup berat.
Melelahkan
juga setiap hari begini, setiap hari tas sekolah terasa semakin berat. Aku
berkeinginan tukar kamar dengan kak Adinda yang berada di lantai satu. Salahku
sih dulu mau saja pindah ke lantai atas. Tapi kan dulu kaki kak Adinda patah,
jadinya kami disuruh tukeran kamar deh sama bunda. Hisk.
"Aiiiiiis!!!!
Kamu lagi apa sih? Lama banget ndak nongol-nongol" gerutu Kak Adinda.
"Nanti kakak tinggal lho!" sambung kak Adinda.
Bunda dan Ayah
hanya senyum-senyum melihat tingkah kami. Setiap pagi memang selalu ramai
begini, hihi. Aku suka sekali godain kak Adinda, aku memang sengaja menggodanya
dengan berlama-lama di kamar. Karena aku suka sekali melihat pipi tembemnya
yang memerah ketika marah atau emosi.
Adinda Chika
Ayu, aku memanggilnya kak Adinda atau ndutz kalau sedang ingin menggodanya. Kak
Ndutz, ups! Kak Adinda bertubuh subur namun cantik. Walaupun bertubuh subur kak
Adinda jago Karate lho! Kakak sering sekali menang kejuaraan karate mulai SD
hingga kini kelas dua SMP.
Tiap pagi kami
berangkat sekolah bersama mengendarai sepeda onthel. Namun aku lebih suka
dibonceng kakak walaupun aku mempunyai sepeda sendiri. Kak Adinda juga sama
sekali tidak keberatan karena sekolah kakak melewati sekolahku dan sekalian
olah raga katanya.
Pagi ini,
setelah sarapan dan pamit kepada Ayah dan Bunda kami segera berangkat ke
sekolah. Kami bercanda seperti biasa sepanjang perjalanan. Kak Adinda adalah
kakak yang sangat baik dan juga lucu.
Sesampainya di
kelas aku segera duduk di bangku nomor dua dari depan. Sekarang masih pukul
setengah tujuh, sekolah sudah terlihat ramai. Aku melihat ke arah lapangan
sekolah, teman-teman terlihat sedang bermain menunggu jam tujuh.
Setelah bel
berbunyi kami segera berlari ke lapangan untuk melakukan senam pagi bersama
para Ustad dan Ustadzah. Tak terasa sudah tiga puluh menit berlalu, sekarang
waktunya kami masuk ke jam pelajaran pertama. Oh ya, setiap hari jum'at pada
jam pelajaran pertama diisi oleh kegiatan estrakulikuler atau disingkat eskul.
Tahun ini aku memilih eskul menulis. Aku ingin sekali menjadi penulis dan
membuat cerita seperti yang ada dalam buku-buku yang sering aku baca.
Setelah
mengambil alat tulis aku segera menuju ke kelas eskul. Hari ini adalah
pertemuan pertama di semester ini, sesampai di kelas aku bingung harus duduk
dimana soalnya kelas sudah ramai dan hampir semua kursi sudah terisi.
"Hai Ais,
duduk sama aku saja sini" sapa seorang anak sambil melambaikan tangannya
padaku.
Aku perlahan
berjalan ke arah anak itu mengingat-ingat dimana kiranya pernah bertemu anak
itu. kenapa dia bisa tahu namaku? Sesampai di bangku dia kembali tersenyum
padaku, namun aku masih tidak bisa mengingatnya.
"Hi, aku
Nadya. Kamu pasti belum mengenalku ya?" sapanya.
"I.iya...
Bagaimana kamu bisa tahu namaku?" tanyaku.
"Kamu
tidak tahu y? Aku kan tetanggamu, aku baru pindah ke perumahan dimana kamu
tinggal." jawab Nadya sambil tersenyum.
"Oh
begitu, tapiiii..." sebelum perkataanku selesai tiba-tiba seorang ustadzah
memasuki kelas dan kemudian mengucapkan salam.
"Assalamu'alaikum
anak-anak..." sapa Ustadzah berbaju biru dan memakai kacamata berbingkai
merah muda. Cantik sekali.
"Wa'alaikumsalam
Ustadzah" jawab kami serentak.
Setelah
mengucapkan salam Ustadzah cantik itu memperkenalkan sekilas tentang dirinya.
Setelah itu kami diberikan motivasi menulis, bagaimana cara menjadi seorang
penulis cilik dan kami kemudian juga dipersilahkan memperkenalkan diri masing-masing.
"Ustadzah
Najma juga suka menulis cerita?" tanya Yeni.
"Tentu
saja, alhamdulillah. Kalau kalian mau membaca tuliaan Ustadzah silahkan lihat
di FB saya" jawab ustadzah Najma sambil menuliskan alamat FBnya di papan
tulis.
"FB itu
apa Ustadzah?" tanya Nadya dengan suara yang lantang dan tangan yang diangkat
ke atas. Serentak
teman-teman tertawa dan menyoraki teman sebangkuku itu.
"Hahaha,
hari gini tidak tahu FB" kata Yeni sambil tertawa terbahak-bahak.
"Wah,
anak baru itu berasal dari planet lain ya?" timpal Ines.
"Hahaha..."
tawa teman yang lain mulai bersautan.
Ustadzah Najma
kemudian mulai menenangkan suasana dan melanjutkan dengan materi kepenulisan.
Namun tiba-tiba aku mendengar isakan tangis di sebelahku.
Benar saja,
Nadya menangis perlahan sambil menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangannya.
Aku kemudian menggoyang-goyangkan tubuhnya sembari bertanya kenapa dia menangis.
Tiba-tiba Ustadzah Najma mendatangi bangku kami kemudian menanyakan hal yang
sama.
"Kamu
kenapa menangis Nadya?" tanya Ustadzah Najma. Tidak ada
jawaban dari Nadya melainkan suara isakan tangis yang bertambah keras. Ustadzah
kemudian memeluk Nadya dan menghapus airmata Nadya. Perlahan-lahan Nadya mulai
tenang dan berhenti menangis.
Ustadzah
kemudian maju ke depan kelas dan menatap satu persatu murid eskul. Ustadah
terlihat menghembuskan nafas pelan beberapa kali sambil beristighfar. Kemudian
beliau menasehati kami bahwa sesama muslim tidak boleh saling menyakiti karena
itu termasuk perbuatan yang tidak baik. Kami dinasehati agar tidak boleh
mengejek atau mencela orang lain apalagi teman sendiri.
Sebelum
mengakhiri kelas eskul, ustadzah meminta kami semua meminta maaf kepada Nadya.
Kamipun meminta maaf dan menjabat tangan Nadya kemudian kembali ke kelas masing-masing.
Setelah bel
istirahat berbunyi aku bergegas menuju ke kantin untuk membeli makanan. Di
kantin aku melihat Yeni dan teman-temannya membahas peristiwa di kelas eskul
menulis tadi. Mereka menertawakan Nadya yang mereka nilai sangat kampungan
karena FB saja tidak tahu. Tanpa mereka sadari, Nadya berada di dekat mereka.
Nadya terlihat murung dan hendak menangis. Aku segera menghampirinya dan
mengajaknya duduk di bangku taman. Karena waktu iatirahat di hari jum'at sangat
pendek kami memutuskan melanjutkan obrolan kami sepulang sekolah nanti.
Bel pulangpun
berbunyi, aku segera mengemasi buku-buku dan peralatan tulis dan memasukkannya
ke dalam ransel. Setelah selesai berdoa aku berlari kecil ke luar kelas menuju
ke pintu gerbang. Dari kejauhan terlihat Nadya sudah menunggu di depan becak
jemputannya.
"Ais, ayo
pulang bareng naik becak jemputanku" ajak Nadya.
"Aku kira
kita akan berjalan kaki pulang ke rumah" jawabku.
Kami berduapun
naik ke becak dan pelan-pelan kayuhan tukang becak bertambah cepat, becakpun
melaju menuju ke Perumahan Bumi Indah tempat tinggal kami.
Setelah sampai
di depan rumahku aku segera turun, aku mengajak Nadya main ke rumah namun dia
berkata kalau dia mau ganti baju dan makan siang dulu kemudian dia akan berkunjung
ke rumah.
Sore harinya
Nadya datang ke rumah, dia meminta maaf karena datang sore hari karena dia tadi
tertidur setelah makan siang. Kami berdua kemudian berbincang di ruang tamu.
"Kamu
masih sedih karena peristiwa tadi?" tanyaku pada Nadya. Nadya menatapku
dengan tatapan yang sedih.
"Tidak
juga sih, hanya saja aku kan baru pindah ke sekolah baru namun di hari pertama
sudah diejek teman-teman. Aku bukannya tidak tahu apa itu Facebook tapi aku
baru tahu kalau Facebook disingkat atau disebut FB." jelas Nadya dengan
mata yang memerah. "Aku kan ingin mempunyai banyak teman."
Sambungnya.
Aku
menggangguk pelan, tanpa disadari tiba-tiba kakakku duduk di sebelahku dan
membuka Laptopnya.
"Ada apa
nih, kok kamu terlihat sedih?" tanya kak Adinda pada Nadya. Kamipun
menceritakan kejadian tadi kepada kak Adinda.
"Oke,
kakak paham. Hanya gara-gara FB kamu diejek teman-teman ya? Baiklah, kakak
paham dan sekarang kakak punya ide nih!" kata kakakku sambil tersenyum
penuh misteri.
Sore itu kak
Adinda membuatkan kami berdua akun FB dengan nama Pena. Nama Penaku Pelangi
Aisyah sedangkan nama pena Nadya adalah Kejora Nad. Kakak mengajari kami cara
menggunakan FB dan menerbitkan tulisan kami di catatan FB, tak lupa kami
mengajukan pertemanan dengan FB ustadzah Najma. Mulai saat itu kami sering membaca
tulisan-tulisan yang dibuat ustadzah dan kami juga mulai berlomba membuat
tulisan yang kemudian kami tulis lagi di catatan FB. Tak terasa waktu berlalu
dengan cepat, dua bulan berlalu sejak Nadya diejek teman-teman.
Beberapa bulan
kemudian di kelas eskul menulis ustadzah menceritakan kalau ada teman FBnya
yang seusia dengan kami seringkali membuat tulisan yang bagus di catatan FBnya,
ustadzah Najma menyuruh kami mencontoh kedua anak di FB itu. Setelah
menyebutkan nama kedua FB tersebut aku dan Nadya saling memandang kemudian
tersenyum bersama.
Kami berdua
memang sengaja tidak menjadikan nama asli kami sebagai nama FB asal usulan kak
Adinda. Namun ternyata ustadzah Najma telah mengetahuinya secara diam-diam. Ustadzah
Najma juga ternyata mengirimkan karya-karya kami ke sebuah penerbit dan
kemudian diterima dan sedang proses percetakan. Kami mengetahui itu setelah
orang tua kami mendapat panggilan ke sekolah menemui ustadzah Najma.
Malam harinya
aku dan Nadya bertemu di rumah kami. Kak Adinda tak henti-hentinya memuji kami,
begitu pula Ayah dan Bunda.
"Berkat
Facebook ya kak?" celetukku.
"Iya nih,
gara-gara Facebook!" sahut Nadya. Kamipun tertawa bersama.
Satu bulan
kemudian kedua buku kami terbit. Kelas menulis heboh karena akan ada penulis
buku anak yang akan datang ke kelas eskul menulis seperti kata ustadzah Najma
minggu kemarin. Setelah memasuki kelas dan mengucapkan salam ustadzah
menceritakan tentang kedua anak yang hobi menulis di FBnya dulu dan ternyata
mereka ada di kelas eskul menulis dan mereka telah menjadi seorang penulis.
Ustadzah
kemudian mengeluarkan kedua buku dan menyebutkan biodata penulis. Kelas menjadi
semakin heboh setelah mengetahui aku dan Nadya ada kedua penulis cilik itu.
Kami berdua kemudian maju ke depan kelas dan menceritakan dari awal bagaimana
kami bisa menjadi penulis. Kami menceritakan pula tentang peristiwa diawal
pertemuan FB dulu.
Aku melihat
Yeni dan teman-teman yang dulu mengejek Nadya menunduk malu. Namun kami
berterimakasih kepada mereka karena tanpa peristiwa itu kami belum tentu bisa
seperti sekarang ini. Kami kemudian memberikan masing-masing buku kami kepada
teman-teman termasuk Yeni. Yenipun kemudian meminta maaf dan berjanji tidak
akan mengejek orang lain lagi.
Sejak saat itu
eskul menulis menjadi eskul favorit di sekolahan kami sehingga banyak murid
yang lain yang ikut mendaftar eskul menulis. Kami senang sekali bisa menjadi
penulis cilik dan memberi motivasi bagi murid lain untuk menulis. Kami selalu
ingat slogan yang diajarkan ustadzah Najmah Dengan kata-kata kita bisa ubah
dunia. Kami berharap bisa
menjadi penulis yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
Cerpen Anak ini ditulis oleh Bintang Arini

No comments:
Post a Comment