Saturday 21 May 2016

Sudut Hati - Dalam Resah, Terdampingi Doa

Sekali lagi sikapmu menggoyahkan pijakan yang baru saja mantap tuk mulai melangkah. Hati ini kembali dirasuki kebimbangan. Tantang ku, mu, dia dan mereka.

Kau terdengar riang diujung saluran telefon yang terbentang antara Pasuruan dan Depok. Berbeda dengan beberapa hari lalu, kau yang menghilang tanpa suara. Meninggalkan resah yang termangu menatap layar handphone yang selalu setia menampilkan wajahmu tiap kali nada tunggu kau dengar. 

Dengan sabar aku mengirimimu sms seperti biasa, menekan dialed call mengharap sambungan terpaut meskipun hembusan panjang yang terdengar tiap kali tak kunjung kau angkat. Kini, kau kembali menghubungi duluan. Dan seperti biasa, alasan yang sama.

Sungguh aku tak meragukan alasan-alasan itu, hanya saja telingaku kebal dengan pengulangan itu. Iya, aku tahu kau tengah berjuang mengerahkan segala daya upayamu mengumpulkan modal untuk memulai kontrak-kontrak kerjamu. Namun sungguh maafkan aku jika tak langsung memberitahumu keluargaku menerimanya, dia yang datang saat kau tengah disana. Berjuang.

Aku hanya takut kau menjadi buntu pikir, dan mengacaukan konsentrasi dan ikhtiarmu mencari pemodal. 
Ataukah aku masih takut kehilanganmu mas...

Mungkin aku memang perempuan terjahat, memberimu harapan namun menerimanya menjadi calon Imam.

"Samita, aku merindukanmu. Hanya saja aku tak bisa pulang sekarang sebelum masalah permodalanku terselesaikan." katamu

Kembali aku menghembuskan nafas yang tak terkira panjangnya.

Sungguh aku tak meragukanmu dan segala ikhtiarmu. Namun semua hal itu terasa mustahil untukku. Uang ribuan juta, perceraian yang tak tahu kapan dan juga kesibukanmu yang kadang melupakanmu akanku. 

Usiaku semakin menua mas, aku ingin menikah!

Kuingin bertemu denganmu, menjelaskan perlahan dari hati ke hati. Aku tahu mas bukan orang pendendam namun pasti ada luka yang tak biaa terhindari nanti. Begitupun aku, jangan kira aku tak merasakan luka. Aku turut terluka mas.

Aku masih menuruti permintaanmu untuk beristikhoroh. Namun apa mas, aku merasakan jarak antara kita dan mendapati kedekatan dengannya. Ini diluar dayaku.

Mas, bagaimana agar kau tak terluka? Cukup aku saja yang tak tahu terimakasih atas tiap goresan tinta indah yang kau ukir dalam kanvas hatiku ini. Dan tak mungkin pula kuhapus semua lukisan itu, apalagi meniadakannya.

Tak ada daya upaya kita tetap bertahan atas ijinNya. Dia yang menggenggam hati kita dan  Dialah pula yang menuliskan jalan hidup kita.

Kini, biarlah kusapu resah dengan butiram tasbih yang berputar. Menyerahkan kembali hajat kepada yang Maha Mengatur. Allah.

Yakinlah, takdir Allah itu Indah jika kita ikhlas dan mensyukurinya.

Berpisah atau bersatu...

Biarlah Sang Maha Penentu yang merancangnya.
Aamiin.


Pasuruan, 21 Mei 2015

No comments: